Wednesday 17 August 2016

Sejarah Keislaman

Sayyid Habib Husin Al Muthahar, pencipta lagu 17 Agustus dan lagu kemerdekaan lainya, adalah juga salah satu pendiri Gerakan Pramuka Beliau adalah Habib Husin Mutahhar pencipta lagu 17 Agustus dan lagu kemerdekaan lainya, kakek dari Da’i kondang Umar Mutahhar Semarang. Masyarakat luas tak tahu kalau beliau habib, karena selama ini hanya disebutkan H. MUTHAHAR Lahir di Semarang pada 5 Agustus 1916, sebagai pemuda pejuang Mutahar ikut dalam “Pertempuran Lima Hari” yang heroik di Semarang. Ketika Pemerintah Bung Karno hijrah ke Yogyakarta, ia diajak Laksamana Muda Mohammad Nazir yang ketika itu menjadi Panglima Angkatan Laut. Sebagai sekretaris panglima, ia diberi pangkat kapten angkatan laut. Ketika mendampingi Nazir itulah Bung Karno mengingat Mutahar sebagai “sopir” yang mengemudikan mobilnya di Semarang, beberapa hari setelah “Pertempuran Lima Hari.” Mutahar kemudian “diminta” oleh Bung Karno dari Nazir untuk dijadikan ajudan, dengan pangkat mayor angkatan darat. Sesaat sebelum Bung Karno dibuang ke Sumatera, setelah serangan Belanda yang melumpuhkan Yogyakarta pada 1948, Mutahar diserahi bendera merah putih yang pertama kali dikibarkan pada proklamasi kemerdekaan di Pegangsaan Timur. Bendera itu aslinya dijahit oleh Fatmawati, istri Bung Karno, ibunda Presiden RI Megawati. Mutahar menye-lamatkan bendera itu, yang kemudian dikenal sebagai Bendera Pusaka. Husein Mutahar, pencipta lagu Syukur dan puluhan lagu lain, penyelamat Bendera Pusaka, tokoh kepanduan dan pendiri Gerakan Pramuka, mantan pejabat tinggi negara, mantan Duta Besar RI di Takhta Suci Vatikan, penerima anugerah Bintang Gerilya dan Bintang Mahaputra, meninggal dunia Rabu petang (9/6) pukul 16.30, dua bulan menjelang ulang tahunnya yang ke-88. Semestinya beliau berhak dimakamkan di Taman Makam Pahlawan (TMP) Kalibata dengan upacara kenegaraan sebagaimana penghargaan yang lazim diberikan kepada para pahlawan. Tetapi, beliau tidak menginginkan itu. Sesuai dengan wasiat beliau, pada 9 Juni 2004 beliau dimakamkan sebagai rakyat biasa di Tempat Pemakaman Umum (TPU) Jeruk Purut Jakarta Selatan dengan tata cara Islam. Di dekat jenazah diletakkan sebuah foto berwarna berukuran besar. Mutahar dalam seragam Pramuka, lengkap dengan tanda jasa Bintang Gerilya dan Bintang Mahaputra, serta tanda kemahiran Pramuka sebagai pembina bertaraf internasional. Foto itu baru diambil dua minggu yang lalu oleh cucunya, dengan kamera digital pinjaman. Foto itu sendiri merupakan firasat besar. Mutahar tidak pernah suka dipotret. Ia selalu mencari alasan untuk pergi setiap kali melihat orang bersiap membuat potret. Tiba-tiba ia ingin dipotret dengan berbagai atribut. Para Pembina Pramuka kami di Gudep 2293-2294 SMP Sumbangsih, alm Kak Wid dan Kak Yani kenal sangat dekat dengan kak Muthahar. Alm Kak Wid sendiri adalah salah seorang yang juga ikut menjadi panitia berdirinya Pramuka di tahun 1961 bersama dengan Sri Sultan HB IX, Kak Muthahar, Pak Kasoer serta Bu Kasoer. Itu sebabnya Gerakan Pramuka kami di gudep 2293-2294 SMP Sumbangsih termasuk “pewaris” ilmu kepanduan dari sumber yang murni. Kami sangat bersyukur atas hal itu. Semoga perjuangan semua pendahulu kita di atas mendapat ridloNya. Semoga semua warisan mereka menjadi amal jariah serta ilmu yang bermanfaat, membawa kebaikan bagi kita semua di dunia dan para pendahulu kita si akhirat, sampai akhir zaman. Aamiin yra.

No comments:

Post a Comment