Tuesday 30 August 2016

Puasa Arofah

Salah satu amalan utama di awal Dzulhijjah adalah puasa Arafah, pada tanggal 9 Dzulhijjah. Puasa ini memiliki keutamaan yang semestinya tidak ditinggalkan seorang muslim pun. Puasa ini dilaksanakan bagi kaum muslimin yang tidak melaksanakan ibadah haji. Dari Abu Qotadah, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, صِيَامُ يَوْمِ عَرَفَةَ أَحْتَسِبُ عَلَى اللَّهِ أَنْ يُكَفِّرَ السَّنَةَ الَّتِى قَبْلَهُ وَالسَّنَةَ الَّتِى بَعْدَهُ وَصِيَامُ يَوْمِ عَاشُورَاءَ أَحْتَسِبُ عَلَى اللَّهِ أَنْ يُكَفِّرَ السَّنَةَ الَّتِى قَبْلَهُ “Puasa Arofah (9 Dzulhijjah) dapat menghapuskan dosa setahun yang lalu dan setahun akan datang. Puasa Asyuro (10 Muharram) akan menghapuskan dosa setahun yang lalu.” (HR. Muslim no. 1162) Imam Nawawi dalam Al Majmu’ (6: 428) berkata, “Adapun hukum puasa Arafah menurut Imam Syafi’i dan ulama Syafi’iyah: disunnahkan puasa Arafah bagi yang tidak berwukuf di Arafah. Adapun orang yang sedang berhaji dan saat itu berada di Arafah, menurut Imam Syafi’ secara ringkas dan ini juga menurut ulama Syafi’iyah bahwa disunnahkan bagi mereka untuk tidak berpuasa karena adanya hadits dari Ummul Fadhl.” Ibnu Muflih dalam Al Furu’ -yang merupakan kitab Hanabilah- (3: 108) mengatakan, “Disunnahkan melaksanakan puasa pada 10 hari pertama Dzulhijjah, lebih-lebih lagi puasa pada hari kesembilan, yaitu hari Arafah. Demikian disepakati oleh para ulama.” Adapun orang yang berhaji tidak disunnahkan untuk melaksanakan puasa Arafah. عَنْ أُمِّ الْفَضْلِ بِنْتِ الْحَارِثِ أَنَّ نَاسًا تَمَارَوْا عِنْدَهَا يَوْمَ عَرَفَةَ فِي صَوْمِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ بَعْضُهُمْ هُوَ صَائِمٌ وَقَالَ بَعْضُهُمْ لَيْسَ بِصَائِمٍ فَأَرْسَلَتْ إِلَيْهِ بِقَدَحِ لَبَنٍ وَهُوَ وَاقِفٌ عَلَى بَعِيرِهِ فَشَرِبَهُ “Dari Ummul Fadhl binti Al Harits, bahwa orang-orang berbantahan di dekatnya pada hari Arafah tentang puasa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sebagian mereka mengatakan, ‘Beliau berpuasa.’ Sebagian lainnya mengatakan, ‘Beliau tidak berpuasa.’ Maka Ummul Fadhl mengirimkan semangkok susu kepada beliau, ketika beliau sedang berhenti di atas unta beliau, maka beliau meminumnya.” (HR. Bukhari no. 1988 dan Muslim no. 1123). عَنْ مَيْمُونَةَ – رضى الله عنها – أَنَّ النَّاسَ شَكُّوا فِى صِيَامِ النَّبِىِّ – صلى الله عليه وسلم – يَوْمَ عَرَفَةَ ، فَأَرْسَلَتْ إِلَيْهِ بِحِلاَبٍ وَهْوَ وَاقِفٌ فِى الْمَوْقِفِ ، فَشَرِبَ مِنْهُ ، وَالنَّاسُ يَنْظُرُونَ “Dari Maimunah radhiyallahu ‘anha, ia berkata bahwa orang-orang saling berdebat apakah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berpuasa pada hari Arafah. Lalu Maimunah mengirimkan pada beliau satu wadah (berisi susu) dan beliau dalam keadaan berdiri (wukuf), lantas beliau minum dan orang-orang pun menyaksikannya.” (HR. Bukhari no. 1989 dan Muslim no. 1124). Mengenai pengampunan dosa dari puasa Arafah, para ulama berselisih pendapat. Ada yang mengatakan bahwa yang dimaksud adalah dosa kecil. Imam Nawawi rahimahullah mengatakan, “Jika bukan dosa kecil yang diampuni, moga dosa besar yang diperingan. Jika tidak, moga ditinggikan derajat.” (Syarh Shahih Muslim, 8: 51) Sedangkan jika melihat dari penjelasan Ibnu Taimiyah rahimahullah, bukan hanya dosa kecil yang diampuni, dosa besar bisa terampuni karena hadits di atas sifatnya umum. (Lihat Majmu’ Al Fatawa, 7: 498-500). Setelah kita mengetahui hal ini, tinggal yang penting prakteknya. Juga jika risalah sederhana ini bisa disampaikan pada keluarga dan saudara kita yang lain, itu lebih baik. Biar kita dapat pahala, juga dapat pahala karena telah mengajak orang lain berbuat baik. “Demi Allah, sungguh satu orang saja diberi petunjuk (oleh Allah) melalui perantaraanmu, maka itu lebih baik dari unta merah (harta amat berharga di masa silam, pen).” (Muttafaqun ‘alaih). “Barangsiapa yang menunjuki kepada kebaikan maka dia akan mendapatkan pahala seperti pahala orang yang mengerjakannya” (HR. Muslim). Semoga Allah beri hidayah pada kita untuk terus beramal sholih.

Wednesday 17 August 2016

Sejarah Keislaman

Sayyid Habib Husin Al Muthahar, pencipta lagu 17 Agustus dan lagu kemerdekaan lainya, adalah juga salah satu pendiri Gerakan Pramuka Beliau adalah Habib Husin Mutahhar pencipta lagu 17 Agustus dan lagu kemerdekaan lainya, kakek dari Da’i kondang Umar Mutahhar Semarang. Masyarakat luas tak tahu kalau beliau habib, karena selama ini hanya disebutkan H. MUTHAHAR Lahir di Semarang pada 5 Agustus 1916, sebagai pemuda pejuang Mutahar ikut dalam “Pertempuran Lima Hari” yang heroik di Semarang. Ketika Pemerintah Bung Karno hijrah ke Yogyakarta, ia diajak Laksamana Muda Mohammad Nazir yang ketika itu menjadi Panglima Angkatan Laut. Sebagai sekretaris panglima, ia diberi pangkat kapten angkatan laut. Ketika mendampingi Nazir itulah Bung Karno mengingat Mutahar sebagai “sopir” yang mengemudikan mobilnya di Semarang, beberapa hari setelah “Pertempuran Lima Hari.” Mutahar kemudian “diminta” oleh Bung Karno dari Nazir untuk dijadikan ajudan, dengan pangkat mayor angkatan darat. Sesaat sebelum Bung Karno dibuang ke Sumatera, setelah serangan Belanda yang melumpuhkan Yogyakarta pada 1948, Mutahar diserahi bendera merah putih yang pertama kali dikibarkan pada proklamasi kemerdekaan di Pegangsaan Timur. Bendera itu aslinya dijahit oleh Fatmawati, istri Bung Karno, ibunda Presiden RI Megawati. Mutahar menye-lamatkan bendera itu, yang kemudian dikenal sebagai Bendera Pusaka. Husein Mutahar, pencipta lagu Syukur dan puluhan lagu lain, penyelamat Bendera Pusaka, tokoh kepanduan dan pendiri Gerakan Pramuka, mantan pejabat tinggi negara, mantan Duta Besar RI di Takhta Suci Vatikan, penerima anugerah Bintang Gerilya dan Bintang Mahaputra, meninggal dunia Rabu petang (9/6) pukul 16.30, dua bulan menjelang ulang tahunnya yang ke-88. Semestinya beliau berhak dimakamkan di Taman Makam Pahlawan (TMP) Kalibata dengan upacara kenegaraan sebagaimana penghargaan yang lazim diberikan kepada para pahlawan. Tetapi, beliau tidak menginginkan itu. Sesuai dengan wasiat beliau, pada 9 Juni 2004 beliau dimakamkan sebagai rakyat biasa di Tempat Pemakaman Umum (TPU) Jeruk Purut Jakarta Selatan dengan tata cara Islam. Di dekat jenazah diletakkan sebuah foto berwarna berukuran besar. Mutahar dalam seragam Pramuka, lengkap dengan tanda jasa Bintang Gerilya dan Bintang Mahaputra, serta tanda kemahiran Pramuka sebagai pembina bertaraf internasional. Foto itu baru diambil dua minggu yang lalu oleh cucunya, dengan kamera digital pinjaman. Foto itu sendiri merupakan firasat besar. Mutahar tidak pernah suka dipotret. Ia selalu mencari alasan untuk pergi setiap kali melihat orang bersiap membuat potret. Tiba-tiba ia ingin dipotret dengan berbagai atribut. Para Pembina Pramuka kami di Gudep 2293-2294 SMP Sumbangsih, alm Kak Wid dan Kak Yani kenal sangat dekat dengan kak Muthahar. Alm Kak Wid sendiri adalah salah seorang yang juga ikut menjadi panitia berdirinya Pramuka di tahun 1961 bersama dengan Sri Sultan HB IX, Kak Muthahar, Pak Kasoer serta Bu Kasoer. Itu sebabnya Gerakan Pramuka kami di gudep 2293-2294 SMP Sumbangsih termasuk “pewaris” ilmu kepanduan dari sumber yang murni. Kami sangat bersyukur atas hal itu. Semoga perjuangan semua pendahulu kita di atas mendapat ridloNya. Semoga semua warisan mereka menjadi amal jariah serta ilmu yang bermanfaat, membawa kebaikan bagi kita semua di dunia dan para pendahulu kita si akhirat, sampai akhir zaman. Aamiin yra.

Tuesday 16 August 2016

Selamat Hari Ulang Tahun Kemerdekaan Republik Indonesia, Hakikat kemerdekaan itu tidak jauh dari Mendekatkan diri kepada Allah SWT